Sebelumnya, bagi para tamu pembaca blog ini jika tidak friendly bintang lima diharap segera close tab aja, karena tulisan ini bakalan cenderung ke gejolak jiwa fangirling gue yang meronta-ronta kenapa Noah Sebastian harus menutup akun media sosialnya. Kayak....woiiilahhhh....ini bahkan lebih sulit dicari update kesibukan Anda ketimbang bias gue dari Jepang, cuiii... Semua yang muncul di TikTok hanyalah video-video lama yang mengisyaratkan bahwa sang vokalis itu juga seorang gamers dengan rambut gondrongnya yang bahkan lebih lembut ketimbang rambutku.
Bingung mau mulai dari mana, tapi ayolah cerita aja biar gak stres. Di umur yang semakin dewasa ini, banyak sekali tantangan yang harus aku hadapi. Salah satunya adalah tantangan menghadapi quarter life crisis. Beberapa orang menertawakan faseku ini, dan itulah yang semakin membuat menjadi dewasa tidak semudah membingkai angan-angan. Mereka hanya tahu apa yang terlihat, tapi tak mau tahu dan cukup memberikan dorongan mental saja tidak. Apa salah kalau aku lebih sering memuji pencapaian diri sendiri? Bisa beli mekdi tanpa minta ke orang tua, yang dulu sangat sulit diberikan karena mahal. Mungkin itulah pencapaian yang bisa kubanggakan sampai detik ini. Konyol memang.
Halo semuanya, setelah Januari yang lama, dan Februari yang banyak drama, aku mau sharing sebuah monolog yang aku tulis berdasarkan keresahan atau yang lebih tepatnya rasa lelah yang sudah sampai ujung (walaupun gak ujung banget), tapi emang inilah waktunya untukku istirahat terlebih dahulu. Selamat membaca :)
Halo semuanya, berhubung kemarin naskah di bawah telah berhasil dipentaskan untuk memeriahkan acara natal, hari ini kubagikan kepada kalian agar bisa menjadi inspirasi untuk membuat sebuah drama natal. Cerita dalam drama di bawah ini sangat sederhana namun premisnya sangat mudah untuk diterima. Diangkat dari kisah hidup yang sering terjadi di sekitar kita ketika menjelang perayaan Natal. Pasti di antara kita ada yang pernah mengalami hal dalam naskah drama berikut. Meskipun tidak sama persis, tapi pastilah kita seringkali ingin tampil yang luar biasa dalam perayaan apapun. Bersyukur dan tampil apa adanya memang tergolong berat untuk dilakukan, mengingat tuntuan sekitar yang tidak kira-kira. Namun, bisakah kita melewatinya? Selamat membaca naskah drama sederhana dariku.
Selamat membaca :)
Salam Dilemmaphobia
Disclaimer dulu postingan kali ini berbau WHY tingkat dewa dan akan banyak banget kiasan yang harus kalian interpretasikan sendiri maksudku bagaimana. Oiya, sebelum masuk ke sesi ngedumelin hal paling absurd yang terjadi, tulisan ini adalah tulisan ke-100 di blogku dan aku akan merayakannya dengan sedikit mempertanyakan dunia saat ini. Tenang, tenang. Aku gak akan membahas hal penting kok, hanya curhatan aja dari apa yang aku rasakan atas kejadian mendadak. Sekilas info juga, postingan ini tentang seonggok bara api dan tidak akan kusebutkan merknya apa. Pokoknya, kalau kalian menemukan hal ganjil dalam curhatanku ini, aku pengen tahu pendapat kalian. Tulis di kolom komentar.
Sebelum fajar menyingsing pun, riuh para tetangga yang akan memulai harinya sayup-sayup terdengar dari dalam kamarku. Suara khas para ibu dengan segudang keriweuhannya, anak-anak yang sudah bercanda riang, dan para bapak yang mulai menderu motornya. Maklum, beginilah fenomena hidup di perkampungan gang senggol. Dan aku harus bangun seperti biasanya dengan suara pertikaian dari luar kamar. Sungguh, aku benci perbedaan hidupku dengan para tetanggaku.
Cukup lama juga yaa, tak muncul di blog ini. Hehehe...Sore ini aku mau sedikit bercerita mengenai kejadian barusan aja yang terjadi di depan mataku. Kejadiannya sepele, tapi menurutku gak etis aja sih. Apalagi ini dilakukan oleh dua orang oknum pelayan minimarket.
Beberapa hari terakhir ini, aku sering mendapat komplain dari para siswaku bahwa pengajaran yang aku berikan "membosankan" alias tidak variatif. Aku pun juga merasakannya. Aku merasa kecewa dengan diriku ini yang tidak bisa menunjukkan kreativitas dalam mengajar. Selain karena aku trauma akan kegagalan yang sangat dramatis dalam berdinamika bersama siswa, aku juga sedang dalam fase terjenuh setidaknya untuk saat ini.
Agaknya memandang luaran dalam diri seseorang memanglah hal yang utama, karena hal tersebut merupakan yang pertama kali dilihat seseorang. Aku pribadi mengelompokkan hal yang pertama kali dilihat orang itu ke dalam 2 bagian. Bagian pertama tentang fisik dan bagian kedua tentang karakter yang tampak. Aku mencoba memaklumi pandangan orang dilihat dari fisik maupun karakter tersebut awalnya, kemudian berubah menjadi jengkel karena selalu dibahas, hingga yang terakhir menjadi puncak komedinya. Aku menertawakan orang-orang yang seperti itu.
Sebenarnya saat postingan ini ditulis, aku sedang dalam fase terjenuh dengan pekerjaan. Ada beberapa pekerjaan yang saat ini menanti dalam deadline yang berurutan dan semuanya bukan sesuatu yang dapat dikerjakan dalam sehari saja. Please welcome....A week of tired.
Rasanya, sudah tak asing lagi jika kita membahas tentang serba-serbi menjadi guru. Mulai dari perangkat pembelajaran yang seabrek-abrek hingga gaji yang setidaknya bisa untuk hidup satu bulan (pas). Hal tersebut semakin menjadi sebuah dilema ketika kodrat guru adalah mencerdaskan anak bangsa untuk kemajuan negeri. Begitu besar jasa kita untuk mengantarkan peserta didik menjadi seperti apa yang mereka cita-citakan. Tapi kenapa rasanya begitu sulit untuk menekuni profesi ini?
Fase insecurity memang menyesakkan. Di saat gadis-gadis lain seusiaku tampil menawan dengan pakaian yang beragam, peralatan kecantikan yang menunjang, dan wajah yang menawan bertebaran di mana-mana, membuat bunga yang tak menarik sepertiku tak akan mungkin disadari. (mengutip dari lirik lagu Fortune Cookie - JKT48)
Spesial malam ini aku menguatkan diri untuk masih stay di depan laptop, walau mata rasanya udah pengen 'merem' dan besok masih full ngajar. Baiklah, aku akhirnya akan mencurahkan perasaan jengkel, gusar, geram, dan terhina ini ala Squidward.
Ada suara-suara yang menelisik batin. Aku sebagai insan yang biasa dan tak kaya harta bahkan tak lepas dari pengaruh suara-suara itu. Mengapa seseorang tidak bisa memahami bahwa manusia diciptakan dengan jutaan wajah yang berbeda. Bahkan ketika menjumpai sesama kita yang serupa pun, ada yang membedakan. Cara berpikir, tingkah laku, dan kebiasaan. Mungkin tiga itu yang membedakan, menurutku. :)
Hi, guys...Aku mau membuat pengumuman nih.
Biar perkara novel Dilemmaphobia bisa terpublish rapi, aku sudah memindahkan ceritanya ke platform Noveltoon ya guys. Kenapa di Noveltoon? Gak ada alasan spesifik sih, cuma aku lebih nyaman aja memposting di Noveltoon. Aku pernah pasang di Wattpad, tapi kayaknya susah banget buat bisa diketahui oleh banyak pihak. Kalau di Noveltoon, itu lumayan cepat banget buat terpublish di forumnya guys....
Aku tetap membenci
Pada semangkok ramen di tengah malam
Aku mulai baik-baik saja
Dengan apa
yang menimpaku
Meski aku kembali diingatkan
Kini,
Rumahnya semakin mirip neraka
Tiada tempat berlari.
Aku terikat.
Aku sendiri.
Hana Yamano.
Bunga yang gersang terkikis kemarau.
Akibat pekat hitam masalah tiada akhir.