Lelah - Sebuah Monolog Keresahan

Halo semuanya, setelah Januari yang lama, dan Februari yang banyak drama, aku mau sharing sebuah monolog yang aku tulis berdasarkan keresahan atau yang lebih tepatnya rasa lelah yang sudah sampai ujung (walaupun gak ujung banget), tapi emang inilah waktunya untukku istirahat terlebih dahulu. Selamat membaca :)

Teks Monolog Berjudul "Lelah"

Sampai kapan komedi ini akan berakhir? Capek, Ya Tuhan!!! Aku sudah capek berurusan dengan hal-hal seperti ini. Ini terlalu tidak masuk akal untukku yang bergaji rendah. Di mana coba letak merdekanya kalau seperti ini terus? Heran. Hei Pak..,Bu...kau lihat itu...Lihat!!!!! Buka matamu lebar-lebar. Anak-anak itu masih buta arah, bingungan, gak tahu yang harus dikerjakan yang mana. Memahami soal saja masih pusing, gimana coba jadinya kalau kubiarkan terus seperti itu. 

source: Pinterest

Enggak ada acara-acara kayak gini aja udah semrawut. Mana kalau keseringan dikira makan gaji butalah, gak becuslah, minggatlah.... Eh..,, tidak hanya itu saja dramanya. Masih banyak!!! Bahkan, mentalku juga diserang. Bapak, Ibu tahu, kan? Jangan uji kesabarankulah. Cukup anak-anak itu saja yang mengujiku. Maaf lho....beribu-ribu maaf nih.....aku dulu sudah rajin. Sebelum surat mendarat pun, aku sudah rajin. Kukerjakan semuanya dengan semangat. Bahkan sebelum yang lainnya mulai, aku sudah memulainya. Tapi, engkau sendirilah yang mematahkan semangatku. Aku kecewa. Oh, jelas.....Jangan bercanda teruslah!? Masa hanya yang bertahun 2024 berlakunya? Tahun kemarin aku sudah lumayan lho, Pak...Bu...

Hahhh...kalau dipikir-pikir lagi, orang-orang kayak aku ini emang bisa apa, selain mengeluh di depan laptop sendiri. Semua ini memang demi profesionalisme. Bagus! Kita bisa saling belajar dan bertukar pikiran, sampai pada akhirnya hidup sendiri tak terurus. Lelahku telah di ujung tanduk.      

You Might Also Like

0 comments